Sering Mual dan Mudah Mengantuk, Ternyata Gejala Penyakit Hepatitis B yang Disadari Setelah Terlambat - jarang sakit. Tapi ada yang tidak biasa. Bahkan sejak aku kecil.
Masih sekolah, aku sering mendengar ayah mual. Seperti mau muntah. Dan mudah mengantuk. Kebiasaan sering mual ini tidak hanya sekali dua kali. Atau sebulan dua bulan. Lama. Tak ada yang menyadari.
"Hoek... hoek...." suara orang berusaha membuang dahak terdengar keras dari kamar mandi.
"Mak.... siapa yang di kamar mandi... Lama banget. Aku sudah siang nih..." ucap seorang bocah lelaki yang berselempang handuk.
"Bapakmu.... Siapa lagi" suara itu menjawab.
"Iya... bapak pasti" gumam bocah itu lagi.
Dengan raut muka sedikit kesal bocah itu kemudian berjalan ke daput. Duduk di depan LUWENG sambil mendekap kedua lututnya.
"Bapak kok pasti kayak gitu nyo mak...?"
"Iyo... bapakmu itu punya mag. Sering telat makan. Makanya kamu kalau suruh sarapan jangan bandel."
"Ya aku kan sarapan terus...."
"Halah... sarapan diambil lauknya tok. Sudah sana mandi. Sudah siang. Bapak sudah selesai itu...!"
"Siap bos....", bocah itu langsung bergegas masuk kamar mandi.
---oOo---
Waktu terus berjalan. Bulan dan tahun saling berkejaran. Tak henti. Hampir setiap pagi, dan waktu-waktu mandi lainnya, terdengar suara itu.
Suara hoek orang berusaha mengeluarkan dahak. Seperti mau muntah.
Suara hoek orang berusaha mengeluarkan dahak. Seperti mau muntah.
Pelan. Dan pasti. Sesuatu dalam tubuh pria itu masuk semakin dalam. Menyelinap bukan hanya ke persendian. Ke seluruh tubuh. Ke aliran darah.
Kebiasaan itu tak pernah hilang. Mual dan ingin muntah. Merambat setia.
---oOo---
Terik. Kemarau itu menguras keringat. Siapa pun bermandi peluh. Di bawah mentari yang garang. Di tepi jalan setapak. Jalan pintas yang sejuk. Pria itu terlihat semakin matang. Kulitnya tak lagi coklat. Hitam terbakar kerasnya hidup.
Tubuhnya tampak letih mengayuh sepedah ontel keramat miliknya. Berbeda dengan tubuhnya, raut wajahnya gagah. Tegar penuh semangat.
Di belakangnya, duduk bocah itu. Yang kini tampak lebih besar. Lebih dewasa. Ia setia berpegangan pada sepeda yang dikayuh sang bapak.
Di belakangnya, duduk bocah itu. Yang kini tampak lebih besar. Lebih dewasa. Ia setia berpegangan pada sepeda yang dikayuh sang bapak.
Hening. Tanpa percakapan. Mungkin keduanya sama lelah. Dari pagi menunaikan hak, memetik sawit sebagai keseharian.
Sampai di rumah. Mereka segera membersihkan badan. Sholat. Setelah itu istirahat.
Maklum, pekerjaan mereka berat. Mulai setengah tujuh pagi, mereka berangkat. Mengayuh sepeda berboncengan. Ke areal perkebunan.
Sampai disana mereka absen. Dipanggil satu-satu oleh sang mandor. Selesai, mereka berangkat ke lokasi.
Sampai disana mereka absen. Dipanggil satu-satu oleh sang mandor. Selesai, mereka berangkat ke lokasi.
---oOo---
Sore diselimunti mendung. Tipis. Hari minggu, libur. Keluarga kecil itu duduk santai. Menikmati jagung bakar. Yang dipanggang dari bara api kayu mahoni.
Tunggku bata. Menjadi pusat kehangatan di sela musim yang dingin. Sesekali mereka bergurau. Bercanda kecil antara oramg tua dan ketiga anaknya.
"Pak... bapak kok huek-huek terus kenapa sih...?", tanya sang bocah laki-laki itu polos.
"Yo kui bapak....", timpal putrinya yang lain.
"Ra popo.... mag paling..." jawab sang bapak sambil menguap
"Kui.... bapakmu kui wes mangap-mangap ngantuk. Kayane mau bengi turu ket sore...", sang istri ikut nimbrung
"La wong kesel. Adem ngene yo ngantuk ki ngopo?" Jawab bapak itu seolah tak senang.
"Yo... tapi ra apik lho pak.... nek dijorke isuk-isuk bapakmu ki wes arep turu", lanjut sang ibu.
"Yo pak... ra apik kui. Hee... he...", sahut anak bungsunya menimpali.
"Halah.... koe ki melu ae... wes... bapak ngantuk rep turu sore-sore..." sahut sang bapak seolah meledek istrinya.
Suasana begitu hangat. Ditemani angin yang semilir mereka menghabiskan sore bersama.
---oOo---
Jauh. Dalam lubuk hati. Ada perasaan was-was. Kebiasaan mengantuk dan mual muntah itu semakin jelas. Sadar. Mungkin ada yang salah dalam tubuh bapak itu. Tapi, tak ada keluhan. Sakit atau perih tak pernah dirasakan.
"Ra popo... aku ki ra popo...!" Jawab bapak itu setiap kali ditanya masalah itu.
Tapi. Seiring berjalannya waktu. Gejala itu semakin jelas. Rasa mual semakin sering. Letih dan mengantuk juga seringkali tak tertahankan. Meski diwaktu-waktu yang tidak umum.
Sampai akhirnya. Prahara itu datang. "Iki loh... bapak ki kok wetenge ra kepenak koyo mag. Wes prikso tapi yo ra mari-mari...", curhatan itu menjadi pertanda.
Awal penurunan kondisi fisik bapak. Yang pada akhirnya kenyataan pahit diterima. Bertajun-tahun kemudian. Ia merasakan gejala penyakit hepatitis b yang telah bersarang. Tapi. Tapi itu semua sudah terlambat. Terlambat.
Awal penurunan kondisi fisik bapak. Yang pada akhirnya kenyataan pahit diterima. Bertajun-tahun kemudian. Ia merasakan gejala penyakit hepatitis b yang telah bersarang. Tapi. Tapi itu semua sudah terlambat. Terlambat.
---oOo---

0 komentar: