Minggu, 11 Agustus 2019

Mag Tak Kunjung Sembuh, Ternyata Gejala Ascites Hepatitis B

Alami Gejala Mag Tak Kunjung Sembuh, Ternyata Gejala Ascites Karena Hepatitis B - gejala mag. Yang tak kunjung hilang. Mual, muntah. Perut tidak enak. Tidak hilang, tak kunjung sembuh. Meski sudah minum obat dan cek dokter.

Mag Tak Kunjung Sembuh, Ternyata Gejala Ascites Hepatitis B

Siapa sangka itu bencana, ascites akibat hepatitis b pun muncul. Sudah sejak lama. Namun tak dirasa. Atau mingkin lebih tepatnya, tidak tahu. Tahu ada yang salah. Tapi tidak tahu apa. Dianggap remeh. Hingga duka.

Pagi itu. Seperti biasa. Menjelang subuh bapak sudah bangun. Mandi, lalu menunaikan ibadah subuh. 

Hampir pasti. Pagi, kalau mendengar suara orang mau muntah, itu pasti bapak. Entah ada apa dilambungnya. Kalau ditanya, jawabnya pasti mag. Telat makan.

Aku sering kesal. Kadang jengkel. Bukan karena jijik mendengar itu. Tapi karena punya firasat tak baik.

"Pak... sarapan dulu. Yang banyak, biar mag-nya sembuh..." ucapku. Aku memang sering cerewet. Takut kalau sampai bapak sakit parah. 

Diam. Bapak lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya. Kalau ada apa-apa biasanya bapak manja. Tapi untuk urusan ini lain. 

---oOo---

Pukul 4 pagi. Ibu mulai beraktivitas. Menyiapkan sarapan dan bekal. Untuk bekal di sawah. Maklum, ini masa panen padi. Semua sibuk, tak terkecuali kami. 

Seperti kebanyakan orang di lingkungan kami, kami juga akan ikut panen padi. Buruh upah pada yang punya sawah. 

"Nak... bangun. Ikut bantu bapak ke sawah. Mumpung libur sekolah....", teriak ibu dari dapur. 
"Iya...", jawabku singkat. Aku masih ngantuk. Maklum, masih subuh. Apalagi banyak embun. 

Tapi aku akhirnya bangun. Brisik, tak tahan dengar suara ibu yang mengoceh.

Sekitar 5 hari. Acara panen raya selesai. Kami kembali ke aktivitas biasanya. 
Bapak kerja. Buruh petik sawit sementara aku sekolah. 

---oOo---

Minggu, hari libur. Bapak di rumah. Santai sambil melihat acara tinju kesayangan. 
"Pak.... mbok ke ladang. Sawit kita dilihat...."

"Dilihat gimana... wong kemarin saja baru dilihat..."
"Yo dilihat. Rumputnya dicabuk atau gimana.."

Mungkin ingin santai atau memang letih. Bapak diam saja. Tak beranjak dari depan tv. Sehari-hari kalau libur bapak ya seperti itu. Santai.

Tapi entahlah. Kalau dilihat bapak memang tidak se-getol orang lain kalau bekerja. Sebentar-sebentar berhenti. Lebih banyak waktu yang terbuang.

Entah. Bapak seperti gampah lelah. Sehari pasti hanya satu pekerjaan. Gak pernah lebih.

Ada beberapa keanehan pada bapak. Jauh sebelum itu. Selain gejala mag, bapak juga gampak capek. Sampai ibu juga capek ngomel-ngomel ke bapak.

---oOo---

Bapak semakain tua. Uban semakin banyak. Satu persatu anaknya menikah. Bapak sudah punya 6 cucu sekarang. Rumah mulai sesak, ramai kalau sedang berkumpul. Apalagi hari minggu, pasti riuh.

"Bapak kok kelihatan kurus badannya...?"
"Iya... semenjak bapak kerja jauh kemarin itu loh. Katanya disana pernah sakit..."

"Bapak ki perutnya ini agak enggak enak..."
"Ya periksa ke dokter pak... biar sembuh!"

"Ke dokter ya sudah. Tapi kadang bapak yo angel. Di suruh ke dokter ya besak-besok terus..."
"La wong kemarin yo kesana enggak sembuh...."

"Ke dokter lain pak. Kan banyak."
"Iya kui. Sana dianter ke dokter biar diperiksa yang benar"
"Minggu ya tutup. Besok senin aja."

Meski tidak setiap hari tapi suasana akhir pekan menjadi momen bahagia. Kami bisa berkumpul meski hanya untuk sekedar ngobrol.

"Sudah sore, kami pulang dulu. Besok main lagi..." kami berpamitan. Sore hari rumah mulai sepi. Anak-anak pulang ke rumah masing-masing. 

Seminggu kemudian aku ditelfon. "Bapak dari kemarin sakitnya enggak sembuh-sembuh mas. Coba diajak ke dokter lain." Ucap adikku diujung telepon.

Aku langsung bergegas. Ke rumah. 
"La gimana pak?"

"Rasanya penuh. Makan sedikit kok enggak enak perutnya"
"La ini... coba lihat perut bapakmu. Kok sepertinya besar gini?"

"Astaghfirulloh...", bisikku dalam hati, "ya... kayak besar. Rasanya pedih atau sakit enggak pak?", lanjutku.

"Enggak. Enggak pedih, enggak sakit..."
"Ya sudah. Besok ke dokter spesialis."

Langsung. Esok harinya bapak aku ajak ke dokter spesialis. Aku khawatir kalau itu gejala sakit parah. 

"Bagaimana dok?"
"Iya... ini dikasih resep. Nanti ditebus di apotek depan"
"Baik dok..."

"Besok kalau obatnya habis belum enak datang lagi ke sini. Kita cek lagi..."
"Iya dok. Terima kasih"

Agak lega. Tapi tak disangka keluhan bapak tidak hilang. Buncit pada perut bapak justru tambah kentara. Jelas.

Sore itu, seminggu sudah. Aku baru saja mengantar bapak berobat lagi. Kebetulan obat di klinik yang kami datangi kosong. Kami diberi resep untuk beli obat di apotek lain. 

Kami juga diberi berkas hasil pemeriksaan USG. Penasaran, aku membuka dan mencermati setiap tulisan disana.

"Ascites. Ini apa ya", tanyaku dalam hati. Karena tidak paham dengan istilah medis, aku kemudian googling. 

"Ascites adalah kondisi kelebihan cairan pada tubuh yang bisa disebabkan karena beberapa faktor...", kurang lebih begitu.

Aku semakin penasaran. Bercampur takut karena di artikel itu penyebabnya merujuk pada penyakit yang tergolong berat. Dari situlah, akhirnya aku mendapati kemungkinan buruk. Terburuk.

Bapak kena ascites, yang mungkin disebabkan karena gagal ginjal, atau gagal hati karena hepatitis b. Belum pasti. Tapi indikasi dan kesan medis mengarah ke sana. 

---oOo---
Previous Post
Next Post
Related Posts

0 komentar: