Selasa, 13 Agustus 2019

Tindakan Endoskopi Penderita Penyakit Hepatitis B

Prosedur tindakan Endoskopi untuk penderita Hepatitis B. Tepatnya bapak harus menjalani tindakan gastroskopi. Lelah. Sungguh menguras kesabaran. Setelah diharuskan menjalani rawat jalan semua semakin sulit. Rasanya, lebih sulit dibanding ketika rawat inap. 
Prosedur Tindakan Endoskopi Penderita Penyakit Hepatitis B
Ilustrasi Pendaftaran Endoskopi Penderita Penyakit Hepatitis B

Hari pertama kontrol. Tak lebih dari 15 menit. Dokter kemudian menuliskan resep. "Bapak ini kita jadwal endoskopi ya," ucap dokter sambil menulis resep.

"Apa lagi itu dok...?", tanya anak beliau yang mendampingi. "Endoskopi. Untuk melihat kondisi saluran cerna, lambungnya..."

Dokter kemudian menyerahkan berkas bapak. Memintanya untuk ke ruang perawat.  Beliau keluar ruangan dokter. Dipapah oleh anaknya. 

"Bapak duduk saja di sana...", ucap anaknya sembari berjalan menuju ruang perawat.
"Bu..."
"Iya... tunggu sebentar ya..."

Seorang perawat lalu membuka berkas bapak. Ia tampak sibuk dengan berkas tersebut.

"Endoskopi ya..."
"Iya bu..."
"Ini silahkan di bawa ke ruang endoskopi. Yang ini untuk resep..."
"Sebelah mana ya bu ruangannya?"
"Depot farmasi tahu, yang di alamanda?"

"Iya bu..."
"Ya... gak jauh dari situ"
"Makasih bu...."
"Hem...."

Putra beliau langsung ke luar. Memanggil adik dan ayahnya. Mereka turun ke bawah. Menuju lantai dasar.

"Antar berkas ini ke ruang endoskopi. Dekat depo farmasi. Ajak bapak. Mas mau nebus obatnya dulu."

Mereka bertiga berpisah. Bapak dan putrinya menuju ke bagian endoskopi. Putranya ke apotek. Menebus obat.

---oOo---

Sekitar jam 10. Beliau sampai di bagian endoskopi. Ruang itu tampak kecil, sederhana. Di depannya ada sebuah gardu listrik. Di samping gardu ada bangunan kecil. Entah bangunan apa. 

Dibagian kiri tampak ruang kemoterapi. Yang tampak lebih mewah dari ruang endoskopi. Di sana terlihat sibuk. Lebih sibuk dari bagian yang sedang dituju bapak.

Di depan ruang endoskopi ada beberapa orang yang sedang duduk. Ada yang santai. Ada juga yang terlihat murung, bahkan bingung. 

"Maaf bu... ruang endoskopi ya?"
"Iya benar.... baru kesini ya mbak?"

"Iya nih...."
"Di bawa masuk dulu mbak berkasnya. Di ruang informasi..."
"Oh... iya bu"

Dengan cekat kedua anak beliau mengurus berkas. Beberapa saat setelaj itu mereka dipanggil. 
"Keluarganya..."
"Iya bu..."
"Ini bapak harus bertemu dokter dulu. Bagaimana nanti terserah kata dokter..."

"Oh iya bu... terus dokternya kapan bu?"
"Belum datang. Ditungu aja ya. Nanti dipanggi..."
"Baik bu..."

Putri beliau keluar dari ruang informasi. Ia kemudian mengatakan pada sang bapak agar menunggu dokter. Selanjutnya mereka pun duduk. Seperti yang lain, menunggu antrian bertemu dokter. 

---oOo---

Muka - muka semakin gelisah. Dokter yang ditunggu belum juga datang. Beberapa ada yang masih bertahan. Mengobrol, bahkan sesekali bergurau. Enggak ada otak mungkin, atau sengaja mengalihkan gundah. 

Bapak lebih banyak diam. Putranya, bolak-balik. Mondar - mandir kesana ke mari. Seperti orang tak waras. 

Hanya putri beliau yang masih terlihat lebih tenang. Sembari menunggu dokter dia sibuk mengintrogasi orang disana. Entah apa menariknya. Ia tampak begitu serius menyimak cerita yang dibeberkan.

"Nah... itu dokternya datang...", ucap seorang ibu. Semua mata tertuju pada sosok lelaki paruh baya yang baru saja masuk ruang informasi.

Tak seperti lainnya, ia hanya memakai baju biasa saat masuk ke ruang itu. Beberapa menit kemudian ia keluar sembari menenteng jas berwarna putih.

"Pak Rojak...", seorang perawat memanggil salah satu pasien.
"Silahkan ke dalam...", perintahnya sambil menyodorkan berkas dalam map. Ia kemudian memanggil nama kedua.

Mendengar namanya dipanggil, beliau segera beranjak. Ia berjalan mengikuti suster tadi didampingi putranya. Mereka pun masuk ke ruang periksa dokter.

"Diperiksa dulu ya pak..."
"Iya dok...."

"Bapak ini sakit apa?"
"Belum tahu dok. Katanya suruh ke sini di endoskopi..."
"Hem... endoskopi ya. Coba kita lihat dulu ya..."

Sang dokter kemudian memeriksa bapak lagi. 
"Akhir-akhir ini bapak batuk?"
"Enggak dok?"
"Punya riwayat sakit jantung?"

"Tidak dok...."
"Bapak merokok ya?"
"Dulu... sudah lama sekali dok... terus berhenti sampai sekarang"

"Iya... ini bapak nafasnya sesak. Otot pernafasannya tegang. Belum bisa endoskopi ya pak. Diperiksa dulu nafasnya ke lab...."
"Belum bisa ya dok?"

"Iya.... harus cek nafas bapak dulu. Nanti dibuat jadwal ke lab. Kita lihat hasilnya dulu seperti apa. Apa kata dokter disana nanti...."

"Baik dok..."
"Ya sudah... ke suster aja ya lainnya... silahkan..."

Ada kelegaan. Tapi ada rasa kecewa tergambar di wajah beliau dan anak-anaknya.
Masih agak pagi. Setelah berkas selesai, beliau dan kedua anaknya langsung menuju lab paru. 

Masih buka. Dokter lab pun masih ada. Berkas langsung disodorkan. Lima menit kemudian namanya dipanggil. 

Begitu masuk, beliau diukur tinggi dan berat badannya. Bukan diukur sih sebenarnya tapi mengukur sendiri dengan alat yang sudah tersedia. Setelah itu ia kembali disuruh menunggu sementara petugas menyiapkan tes lab. 

Tak lama, bapak kembali dipanggil.  "Masuk sini pak. Kita tes. Dibantu bapaknya ya mas..."

Petugas lab kemudian memberikan benda yang sudah dilapisi kertas tisu dibagian depannya. Semacam terompet yang tersambung ke komputer dan harus ditiup sekuatnya.

"Sini pak... ini dimasukkan ke mulut dan ditiup yang kuat...", ucap petugas itu memberikan perintah.

Akhirnya, setelah beberapa kali mencoba dan gagal. Bahkan sampai dibentak-bentak, akhirnya berhasil. Data kondisi paru-paru tercetak. 

"Ini pak, sekarang ketemu dokter. Hasilnya dikasih ke dokternya ya pak. Silahkan."

Beliau langsung ke ruang dokter. Dengan ramah sang dokter mempersilahkan beliau duduk dan mencermati hasil lab. 

"Bapak merokok ya?"
"Tidak bu... dulu sekali pernah..."
"Seminggu ini pernah batuk pilek?"
"Iya dok... beberapa hari ini memang agak batuk...."

"Sebelum-sebelumnya gimana?"
"Biasa aja dok. Enggak batuk..."
"Ya sudah. Enggak apa-apa ini

Bisa dilanjutkan ya pak. Mau endoskopi kan?"
"Iya dok..."
"Ya sudah. Ini hasilnya silahkan dibawa lagi ke tempat tadi"
"Baik dok..."

Mereka pun kembali ke ruang endoskopi dan menyerahkan hasil lab tadi.
Sampai disana, ruang endoskopi sudah sepi. Tidak ada yang antri. 

"Bu... ini hasil lab jantung bapak..."
"Oh... iya.. sudah di lab?"
"Sudah bu.... terus ini bagaimana lagi bu?"

"Nunggu besok ya pak. Dokternya kan sudah pulang. Jadi besok ketemu dokter lagi baru tahu bagaimana...."

"Jadi besok harus kesini lagi bu?"

"Iya... tapi ya enggak harus besok-sok. Lusa juga boleh. Atau nanti kalau obatnya sudah habis. Di kasih obat kan sama dokter?"

"Iya bu... ya sudah kalau begitu kami permisi..."
"Iya... silahkan"

Berbekal obat beberapa jenis dan jadwal kontrol, Beliau dan keluarga kemudian pulang dengan perasaan yang campur aduk.

---oOo---

Kamis pagi di minggu yang sama, beliau kontrol lagi. Melanjutkan tahapan persiapan untuk tindakan endoskopi yang dianjurkan dokter.

Kali ini ia didampingi oleh anak perempuannya. Bersama sang istri. Pagi, sekitar setengah delapan mereka sudah didepan pintu endoskopi. Begitu petugas endoskopi datang, anak perempuannya langsung menemuinya.

"Sebentar ya saya cek dulu berkasnya....", ucap petugas itu ramah.
"Gimana bu?", tanya putrinya. "Bapak kemarin sudah lab jantung belum sih...?", tanya petugas itu.

"Kemarin lab paru bu... kayaknya kalau jantung belum...", jawab putri beliau lagi. 

"Ya sudah. Lab jantung dulu saja. Biar cepet...", ucap petugas itu. "Ini berkasnya silahkan bapak di lab jantung dulu. Di lantai dua ya", jelas petugas itu lagi.

Begitulah. Sebelum bisa dilakukan endoskopi, bapak harus menjalani serangkaian lab. Lab jantung, paru dan beberapa lab lain.

Tidak bisa sehari selesai. Bapak harus mondar-mandir seminggu sampai tiga kali ke rumah sakit. Padahal jarak rumahnya cukup jauh.

Prosedur tindakan endoskopi yang harus dijalani penderita hepatitis seperti bapak memang melelahlan. Harus dipastikan semua mendukung. Baru, selang berisi kamera itu bisa dimasukkan ke saluran pencernaan beliau.

Letih, mungkin juga hampir putus asa. Tapi mau bagaimana lagi. Bapak harus mendapatkan perawatan terbaik untuk kesembuhan penyakit hepatitis b yang diderita.

---oOo---
Previous Post
Next Post
Related Posts

0 komentar: