Secercah Harapan Hidup Penderita Hepatitis B - Sore terasa begitu dingin. Angin berhembus semilir. Pintu depan terbuka setengah. Terlihat seorang setengah baya duduk memeluk tangan. Asyik mengunyah percakapan ringan.
Di bagian pojok ruang terdengar suara. Menyahut pembicaraan. Mereka tengah asyik menghabiskan waktu. Menjelang magrib. Di kejauhan, terdengar suara motor. Pria 30 tahunan menatap ke depan. Memakai helm.
Hasil Lab HbsAg Reaktif pada Penderita Hepatitis B |
1) Hepatitis b adalah
2) Jus untuk hepatitis b
3) Ciri penderita hepatitis b
4) Obat hepatitis b paling ampuh
5) Penderita hepatitis b yang sembuh
6) Makanan menyembuhkan hepatitis b
7) Hepatitis b bisa sembuh hbsag negatif 1
8) Anjuran makanan untuk penderita hepatitis
Motornya melambat. Di depan pintu samping. Pintu bambu. Ia kemudian masuk. Memarkir motornya cepat. Terburu-buru. Masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang. Ke kamar.
"Bagaimana keadaan bapak?"
"Ya gitu..."
"Kencingnya?"
"Berkurang... tapi mau makan. Dikit..."
"Hem...."
Pria itu menatap dalam. Pada pria tua yang terbaring lemah. Sorot matanya tampak sayu. Sejurus kemudian ia menghela nafas panjang.
Ia kemudian duduk di sebelah ranjang. Kaki kananya tampak kuat menyangga tubuhnya. Yang sepertiganya ditumpu ranjang.
Ia kemudian duduk di sebelah ranjang. Kaki kananya tampak kuat menyangga tubuhnya. Yang sepertiganya ditumpu ranjang.
Tangan kanannya merapa pelan. Mengelus tangan kriput pria yang berbaring itu. Ia menatap lekat ke wajah itu. Tampak mata pria kurus itiu sedikit terbuka. Sayu.
Ia kemudian beranjak. Pergi ke belakang.
"Masih ada harapan. Tidak tambah parah...."
"Ya... semoga begitu". Pria itu tampak begitu berat untuk membuka bibirnya.
Itu sudah ke tiga kalinya. Bapak, yang sakit hepatitis b itu badannya drop. Drop pertama setelah rawat inap. Langsung opname satu minggu. Kedua, sehari setelah terapi. Dan ini yang ketiga.
Pria yang baru saja itu, anak sulung. Laki-laki satu - satunya. Pengganti orang tua. Tak berdaya. Sejak sakitnya sang ayah ia seperti sudah putus asa. Ketika tahu sakit yang diderita. Saat dijelaskan dokter.
Sakit bapak tidak ada obatnya. Bisanya di luar negeri. Cangkok hati. Itupun resikonya sama. Bisa terinfeksi sekali lagi.
Bapak harus minum obat seumur hidup. Obat itu pun tidak bisa menghilangkan infeksi virus hepatitis b dalam tubuh. Hanya meringankan gejala. Demikian kurang lebih penjelasan sang dokter.
Bapak harus minum obat seumur hidup. Obat itu pun tidak bisa menghilangkan infeksi virus hepatitis b dalam tubuh. Hanya meringankan gejala. Demikian kurang lebih penjelasan sang dokter.
Pria itu tabah. Kuat. Tapi dalam hatinya menangis perih, mengeluh. Meratap. Sampai suatu ketika, salah seorang tetangga berucap "coba pakai altenatif mas. Herbal."
Ada secercah harapan. "Kalau pakai herbal secara rutin masih mungkin pulih. Ya tergantung yang di atas sih. Manusia hanya bisa ikhtiar. Wajib ikhtiar."
Dengan berat ia rebahkan badannya di sofa. Menerawang. Menggantungkan harapan setinggi langit. Pada Alloh. Yang Maha Penyembuh. Untuk mengangkat penyakit yang diderita.
Bukan tanpa alasan. Drop kedua, ayahnya berangsur membaik. Apalagi kala itu mulai rutin minum jamu, herbal. Kondidinya ayah semakin baik. Bisa makan minum. Bisa jalan. Meski tertatih.
Waktu bergulir. Fisik ayahnya makin menggembirakan. Kecuali satu. Perut yang masih begah. Penuh cairan.
Minggu lalu pria itu juga datang. Menjenguk sang ayah. "Apa yang dirasa pak...", tanya dia.
Begah. Pinggangnya sakit. Ucap sang ayah. Pria itu diam sejenak. Ia kemudian meraba perut sang ayah. Yang besar. Yang seperti orang hamil 9 bulan itu. "Keras benar", pikirnya.
Ia kemudian keluar kamar. Menemui ibu yang ada di dapur. "Bapak tidak bisa terus seperti itu. Cairannya harus dikurangi", ia membuka percakapan.
"Ya bagaimana?", jawab ibunya.
"Kasih obat kencing. Satu dua hari. Diamati, jangan sampai drop."
Satu minggu berlalu. Bengkak di kaki ayahnya mulai berkurang. Meski sedikit. Sela dua hari. Ayahnya tak lagi diberi obat kencing. Takut drop. Lemas.
Suatu siang. Ayahnya bangun. Minta makan karena dari pagi tidak mau makan. Si bungsu. Beliau meminta obat dari si bungsu.
Dikasih. Selang satu hari mulai lemas. Efek obat. Tensi darah mulai tak stabil. Seperti saat drop sebelumnya. Mungkin.
Hari berikutnya belum membaik. Lebih parah. Anak sulungnya pun datang lagi. Sehari. Kondisi ayahnya mulai tidak terlalu mengkhawatirkan. Berangsur sadar.
"Alhamdulillah..." ia bersyukur dalam hati. Masih ada harapan. Semoga, medis dan herbal bisa menyembuhkan sakit bapak. Dalam hati kecilnya yang paling dalam ia terus berharap.
---oOo---
0 komentar: